kabaris.com - Mahasiswa Universitas Brawijaya, Novia Widyasari, yang menjadi korban dugaan aborsi paksa oleh Bripda Randy Bagus Hari Sasongko, pernah meminta untuk dinikahi.
Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Randy dengan pertimbangan karir. Novia juga diduga menjadi korban eksploitasi seksual Randy saat berpacaran.
"Korban minta pelunasan, dengan cara minta nikah, juga minta pelaku dinikahkan dengan orang tua pelaku pada Agustus 2021, hal ini ditolak dengan alasan masih ada kakak perempuan dan juga mempertimbangkan karir pelaku," kata dia. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi saat konferensi pers. maya, Senin (6/12).
Siti mengatakan Novia telah melaporkan tuduhan kekerasan seksual selama dua tahun hubungannya dengan Randy pada Agustus 2021. Novia menceritakan semua tentang perawatan Randy.
Menurut Siti, ibunda Novia juga sempat menghubungi keluarga Randy saat hamil kedua, namun anaknya dituding menjebaknya untuk menikah. Kondisi ini meninggalkan luka yang dalam pada Novia.
Apalagi sebelum proses aborsi paksa kedua, ayah korban meninggal dunia, kata Siti.
Selain itu, kata Siti, Randy memiliki wanita lain. Namun, Randy tidak mau memutuskan hubungan dengan Novia. Hal ini membuat Novia merasa diabaikan, ditinggalkan, dan tidak berdaya. Akibatnya, korban memiliki keinginan untuk melukai dirinya sendiri.
"Dengan dipukul di kepala dan dirawat. Korban berdasarkan konsultasi dan pengobatan ke psikiater, didiagnosis OCD, gangguan psikosomatis, dan lain-lain," kata Siti.
Keluarga Randy Mendukung Aborsi Paksa
Berdasarkan informasi yang diterima Komnas Perempuan, Novia terpaksa melakukan dua kali aborsi. Pada aborsi pertama, korban diminta minum obat, pil KB, dan jamu.
Bahkan, korban dipaksa melakukan hubungan seksual yang tidak wajar. Sedangkan aborsi paksa kedua dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam vagina. Novia juga mengalami pendarahan, trombosit berkurang, dan jatuh sakit.
Siti mengatakan, isu aborsi tidak diketahui oleh keluarga Randy. Menurut dia, keluarga Randy mendukung aborsi paksa Novia.
“Dalam keterangan korban, pelaku aborsi paksa juga didukung oleh pihak keluarga pelaku, yang awalnya mencegah pelaku menikahi korban dengan alasan masih ada kakak pelaku yang belum menikah,” ujarnya.
Siti mengatakan, pihaknya telah memproses pengaduan yang tidak lengkap tersebut sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Pihaknya juga berusaha menghubungi korban melalui WhatsApp dan telepon, namun tidak ada respon.
Pihaknya baru berhasil berkomunikasi dengan Novia pada awal November 2021. Novia juga menulis surat yang menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dilakukan Randy sejak 2019.
"Sejak menjalin hubungan dengan pelaku, dia terjebak dalam lingkaran kekerasan dalam pacaran. Kemudian dia menjadi korban eksploitasi seksual dan aborsi," kata Siti.
Dalam proses berkomunikasi dengan Komnas Perempuan, Novia mengaku membutuhkan pendampingan psikologis. Komnas Perempuan kemudian merujuk korban ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Mojokerto. Korban kemudian menerima konseling dua kali selama sebulan terakhir.
“Saat sidang berikutnya akan digelar korban sudah meninggal dunia,” ujarnya.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan kasus dugaan eksploitasi seksual dan aborsi paksa terhadap Novia merupakan bentuk kekerasan dalam pacaran.
Menurutnya, kekerasan dalam pacaran hampir selalu menempati urutan ketiga terbanyak yang dilaporkan ke Komnas Perempuan.
“Kasus NWR ini sebenarnya merupakan salah satu kasus pacaran yang paling banyak dilaporkan ke Komnas Perempuan dan lembaga pendampingnya,” kata Andy.
Selama 2015-2020, terdapat 12 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke lembaga pendamping di 34 provinsi. Dari jumlah itu, 20 persen atau 2.400 kasus di antaranya merupakan kekerasan yang terjadi di ruang privat.
Selain itu, dalam kurun waktu yang sama Komnas Perempuan menerima rata-rata 150 pengaduan kasus kekerasan dalam pacaran per tahun.
“Pada periode yang sama ini, setiap tahun Komnas Perempuan menerima rata-rata 150 kasus kekerasan dalam pacaran yang dilaporkan,” katanya.
Andy mengatakan, proses hukum kasus kekerasan dalam pacaran sering kali menemui jalan buntu. Korban sering disalahkan atas hubungannya dengan pelaku dan dianggap suka sama suka.
Dalam kasus aborsi paksa yang dialami Novia, kata Andy, korban kerap ditempatkan sebagai pihak yang melakukan tindak pidana.
"Sementara, laki-laki bisa pergi begitu saja karena tidak terjerat hukum," katanya.
Novia Widyasari ditemukan tewas di dekat makam ayahnya, Kamis (2/12). Diduga kuat ia bunuh diri setelah mengalami depresi akibat diperkosa oleh pacarnya, dan terpaksa melakukan aborsi dua kali pada periode 2020-2021.
Kekasih Novia, Randy, kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Jatim. Ia diduga melanggar kode etik dan Pasal 348 KUHP tentang aborsi dengan ancaman hukuman maksimal 5,5 tahun.
Ayah Randy, Niryono, meminta maaf atas kasus meninggalnya Novia yang diduga bunuh diri karena depresi setelah dimintai aborsi oleh Randy. Ia pun menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya kekasih anak tersebut.
"Saya mohon maaf sebesar-besarnya," katanya.
Niryono juga mendoakan mahasiswa Universitas Brawijaya Malang itu. Ia mengaku turut prihatin dan prihatin atas kasus yang menimpa Novia.
"Saya turut berduka cita atas meninggalnya calon menantu saya, Novia. Semoga Novia diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Saya turut berduka cita dan prihatin," ujarnya.